Cerita Melani dan Rendy VIII
Melani Diculik
Seperti biasa pada jam istirahat, Melani dan teman-temannya bergegas
menuju kantin. Kali ini mereka tidak bersama Lyla, karna Lyla sudah lebih dulu
berada di kantin.
Sampai di kantin, ia sangat terkejut karena ia melihat ada Rendy
yang duduk di samping Lyla. Ia ingin pergi dari kantin. Namun kedua temannya
menahannya.
“Kamu mau kemana, Mel?” tanya Winda.
“Aku enggak jadi makan.”
“Kenapa? Bukannya kamu belum sarapan.”
“Atau kamu cemburu liat Kak Rendy sama Lyla?” pancing Vania.
“Cemburu? Aku enggak cemburu, kok.” Kenapa ia harus sedih melihat
Rendy dan Lyla bersama? Harusnya ia senang karena Rendy mau membuka hatinya
untuk Lyla. Ia tak boleh seperti ini.
“Ya udah. Ayo kita gabung sama Lyla!” Melani hanya mengangguk.
Mereka pun segera menghampiri Rendy dan Lyla.
“Eh, ada Kak Rendy juga.” ucap Vania.
“Iya, nih. Gue lagi ada urusan sama Lyla.”
“Oh,” lanjut Vania. “Boleh kita gabung?”
“Boleh, kok.”
Mereka berlima pun memanggil pelayan kantin dan memesan makanan.
Setelah makanan yang mereka pesan sudah tersedia mereka pun melanjutkan
perbincangan.
“Kakak memang ada urusan apa sama Lyla?” tanya Winda.
“Aku lagi ada tugas jurnal untuk wawancara seputar ekskul basket. Maka
dari itu aku tanya-tanya aja sama Kak Rendy.”
“Oh. Sejak kapan kamu mulainya?” tanya Vania. “Kok aku baru tahu.”
“Belum lama, kok.”
“Oh, jadi untuk beberapa hari ke depan kalian akan deket, dong?”
ucap Winda, kemudian ia memandang ke arah Melani. Nampak raut sedih di wajah
Melani.
“Mel, kok kamu diem aja, sih? Kamu sakit?”
“Enggak. Aku baik-baik aja, kok.”
“Ngobrol, dong!”
“Gue ke kamar mandi sebentar, ya!” ucap Rendy.
“Oh, iya.”
“Kamu suka sama Kak Rendy?” tanya Lyla setelah beberapa meter Rendy
pergi.
“Ngaco aja kamu, La. Aku enggak punya perasaan apa-apa sama Rendy.”
“Terus kenapa kamu dari tadi diem aja?”
“Aku enggak apa-apa, kok.”
“Jujur aja, Mel! Kamu enggak perlu bohong lagi. Aku enggak akan
marah mau suka sama Kak Rendy. Kamu keliatan sedih dengar aku deket sama Kak
Rendy.”
“Aku enggak sedih kamu deket sama Rendy. Justru aku seneng kamu
biasa deket sama Rendy. Mudah-mudahan hubungan kalian bisa berlanjut.” lanjut
Melani. “Aku udah kenyang. Aku ke kelas duluan, ya!” Melani pun pergi.
Setelah Melani pergi, Lyla nampak lemas. Dan menundukkan kepalanya.
Ia pun mulai meneteskan air mata. “Ini semua salah aku,”
“Ini enggak sepenuhnya salah kamu, kok.” Winda mencoba meghibur
sahabatnya. “Jatuh cinta itu enggak pernah salah.”
“Lagipula kamu kan lagi berusaha untuk mendekatkan mereka lagi.”
“Kalo kamu enggak sanggup, kamu enggak usah lanjutin.”
“Melani aja bisa menahan perasaanya demi aku, kenapa aku enggak
bisa?”
“Tapi kamu masih sayang kan sama Kak Rendy?”
“Itu semua udah enggak penting,”
***
Siang itu seperti biasa, Melani menunggu metromini yang akan
mengangkutnya pulang ke rumah di halte depan sekolah. Tiba-tiba ada sebuah
mobil zeep hitam besar parkir di hadapannya. Dua orang berpakaian serba hitam
turun dari mobil tersebut. Salah satu dari mereka mendekap mulut Melani. Melani
ingin sekali berteriak, namun saputangan yang telah diberi obat bius itu
membuat Melani tak sadarkan diri dalam hitungan detik. Dan kedua orang
misterius itupun dapat dengan leluasa memboyong Melani masuk ke dalam mobil
zeep tersebut. Dan tanpa diketahui orang, Melani berhasil mereka culik.
Saat Melani sadarkan diri, tangan dan kakinya sudah dalam keadaan
terikat. Ia sendiri tak mengenal tempatnya berada sekarang. Tempatnya berpijak
sekarang sangat gelap dan tak ada penerang apapun. Di sekelilingnya banyak
barang-barang bekas yang tak ditata rapi. Juga atapnya penuh dengan sarang
laba-laba. Tempat ini sangat menakutkan. Dan nampaknya tempat ini jauh dari
peradaban.
“Tolong…” teriak Melani sekuat tenaga.
Teriakan Melani membuat kedua orang misterius itu kembali menghampirinya
dan menyalakan lampu.
“Siapa kalian?” tanya Melani dengan penuh ketakutan.
Jawaban atas pertanyaan Melani, mereka tuangkan dalam tawa yang
memekakan telinga.
“Mau apa kalian? Apa salah aku sama kalian? Lepasin aku!”
“Kita enggak mau ngapa-ngapain kamu kok, cantik. Kita cuma butuh
kamu sebagian umpan.”
“Apa maksud kalian?”
“Loe tentu kenal dengan orang yang namanya Rendy. Gue kasih tahu sama loe ya, kita berdua punya
dendam sama cowok culas yang namanya Rendy. Dia udah merebut cewek-cewek kita.
Kita akan balas dengan yang lebih sakit dari yang kita rasakan.”
“Apa yang akan kalian lakukan pada Rendy?”
“Kita cuma mau sedikit bermain-main aja sama Rendy.”
“Jangan pernah sentuh Rendy!”
“Oh… ceweknya ngambek, coy!”
“Awas aja kalo sampe kalian buat Rendy kenapa-napa.”
“Kita tunggu aja apa yang akan terjadi. Mungkin sebentar lagi Rendy
datang.”
Sesuai perkiraan orang misterius tersebut, Rendy pun datang. Rendy datang
dengan wajah bersumbat amarah. Semua barang yang ia lewati, ia tendang
sesukanya.
“Mau apa kalian?” teriak Rendy. “Lepasin Melani! Dia enggak ada
hubungannya sama masalah ini. Kalo kalian punya masalah sama gue. Kita
selesaikan sekarang juga.”
“Santai, Brother!” ucap salah satu dari mereka. “Kita juga enggak
akan ngapa-ngapain cewek polos kayak dia.”
“Oh, iya!” tambah yang satunya lagi. “Kalo loe ada pesan-pesan
terakhir, gue kasih kesempatan buat kalian lima menit. Mulai dari sekarang!”
Rendy menghampiri Melani dengan tergesa-gesa. “Kamu enggak apa-apa,
kan?”
“Aku enggak apa-apa.” Mata Melani berkaca-kaca. “Ngapain kamu harus
kesini? Mereka cuma mau jebak kamu.”
“Karna mereka culik kamu. Mereka akan ngapa-ngapain kamu kalo aku enggak
datang.”
“Kenapa kamu harus pikirin aku?” Melani mulai menangis.
Rendy menghapus air mata Melani. “Karna aku enggak mau kamu
kenapa-napa.”
“Tanpa kamu kesini juga, aku akan berusaha kabur.”
“Kamu tenang aja. Aku janji akan bawa kamu keluar dari tempat ini.”
“Rendy kamu mau ngapain?”
“Waktu habis!” ucap salah satu orang tak berperikemanusiaan itu. Dan
kemudian ia pun menendang punggung Rendy sampai Rendy terpental jauh.
“Rendy…” teriak Melani.
Perkelahian pun dimulai. Sesekali Rendy tersungkur mencium bumi.
Namun ia belum menyerah, ia terus berusaha melawan dua orang yang telah
menculik Melani.
Melani tak kuasa melihat Rendy dipukuli sampai babak belur seperti
itu. Ia berteriak dan menagis sejadi-jadinya. Tapi air matanya tak akan
membantu Rendy. Ia pun berusaha melepaskan tali yang membelenggunya sejak tadi.
Dua lawan satu. Tentu saja yang menjadi pemenangnya adalah kubu yang
memiliki kekuatan dua kali lipat. Untuk kesekian kalinya, Rendy kembali tersungkur
jatuh. Dan sekarang dirinya sudah tak kuasa lagi menopang berat tubuhnya. Ia
tak bisa bangun lagi untuk melawan dua orang yang tak beridentitas itu.
“Rendy…” teriak Melani memekakan telinga. Dan sekarang tali yang
mengekang gerak tubuhnya sudah dapat terlepas dari tangan dan kakinya. Dan ia
pun segera menghampiri Rendy. Sebelum itu, Melani menyempatkan diri untuk
memukul kedua penjahat itu dengan sebilah kayu usang yang tergeletak di sudut
ruangan.
“Rendy,” rintih Melani. “Kamu kenapa harus ngelakuin ini semua? Aku enggak
mau liat kamu kayak gini. Lebih baik aku yang babak belur daripada harus liat
kamu terluka.”
“Karna aku sayang sama kamu,”
Dan untuk babak terakhir dari drama ini, Si Penculik mengeluarkan
sebilah pisau. Rendy melihat gerak-gerik Penculik tersebut. Dan ia segera
memeluk erat Melani. Sebilah pisau pun menancap pada punggung Rendy. Dan
Penculik itu pun segera meninggalkan Melani dan Rendy yang mulai bersimbah
darah.
“Aaaa…” teriak Melani memecah keheningan malam.
Pelukannya pada Melani mulai melonggar. Dan dalam hitungan detik
Rendy sudah tak sadarkan diri. Matanya tertutup dan tangannya dibiarkan
tergeletak lemas di atas lantai.
“Rendy bangun!” Melani mulai menangis.
“Kenapa kamu lakuin ini? Kenapa kamu enggak biarin aku yang mati.
Aku enggak minta kamu lakuin hal bodoh ini. Rendy bangun! Kamu jangan tinggalin
aku. Aku enggak mau kehilangan kamu. Aku sayang sama kamu. Kemaren aku bohong.
Aku bohong aku enggak cinta sama kamu. Aku nyesel udah lakuin itu sama kamu.
Aku mohon buka mata kamu! Bangun dan dengerin aku bilang cinta sama kamu.”
Dan tiba-tiba mata Rendy kembali terbuka. “Serius kamu?”
Sontak Melani terkejut karna Rendy bisa bangun dan berucap kembali.
“Cut! Cut!” ucap seseorang yang tengah memegang sebuah handy cam.
“Drama yang sungguh menarik.” tambah seseorang lagi sambil bertepuk
tangan yang diiringi dengah tawa ringan.
“Ini ada apa, sih?” tanya Melani heran sambil menghapus air matanya
“Acting kamu bagus loh, Mel.” ucap Vania yang memegang handy cam.
“Sungguh drama yang bagus. Aku sampe nangis liatnya.” tambah Winda
yang berada di sebelah Vania.
“Kalian sekongkol untuk bohongin aku?” ujar Melani geram.
“Kalo barusan itu kisah nyata, so sweet banget tahu enggak.” tambah
Evan. “Tapi sumpah! Sakit banget pas kamu pukul tadi.”
“Siapa suruh ngerjain aku?"
“Melani. Kalo kita enggak lakuin ini semua, kita enggak akan pernah
buat kamu bilang cinta sama Rendy.” ujar Bayu sembari melepas topeng yang
menghalangi ketampanan wajahnya.
“Kapan aku bilang cinta sama Rendy?” ucap Melani dengan tampang yang
tidak terjadi apa-apa.
“Kamu mau liat rekaman videonya?”
“Direkam juga? Kalian dibayar berapa sih sama Rendy? Kalian jahat
banget sama aku.”
Semua hanya tertawa. Di tempat itu juga terdapat Lyla yang sedari
tadi sama sekali belum mengeluarkan suaranya.
“Kamu juga jahat sama aku.” ucap Melani seraya memukul-mukul Rendy.
“Aw… Ampun! Ampun!” rintih Rendy.
“Lagilagi aku dikerjain. Aku enggak suka kamu lakuin itu lagi. Aku
udah khawatir berat. Tapi ternyata ini cuma rekayasa. Percuma aku khawatirin
kamu.”
“Jadi kalo semua ini beneran, kamu khawatir sama aku?”
“Enggak juga, sih! Siapapun orangnya kalo dia dipukulin di hadapan
aku, pasti aku khawatir, lah.” ucap Melani dengan wajah memerah.
“Kamu juga akan bilang cinta sama orang itu?”
“Maksud kamu apa, sih?” Melani pun kembali memukul-mukul Rendy.
“Sakit. Ampun! Ampun!”
Semua yang berada di ruangan itu hanya tertawa melihat kepolosan
Melani. Lyla hanya tersenyum. Sekarang ia sudah memenuhi janjinya. Janjinya
yang akan mengembalikan tawa Melani. Dan ia pun pergi dari ruangan tersebut
tanpa pamit.
“Lyla tunggu!” seru Melani. Ia pun segera menghampiri Lyla. Diikuti
Rendy di belakangnya.
“Ada apa, Mel?”
“La. Aku minta maaf. Aku udah berusaha untuk tidak terus dihantui
bayang-bayang Rendy. Tapi semakin keras aku berusaha, justru malah semakin aku
sayang sama Rendy. Kalo kamu mau marah, mau tampar aku. Aku terima, kok!”
Melani menyodorkan pipinya.
“Kenapa aku harus marah? Kenapa juga kamu merasa bersalah jatuh
cinta sama Kak Rendy. Aku memang suka sama Kak Rendy. Tapi suka itu hanya
sebatas seorang penggemar terhadap idolanya. Aku malah seneng karna idola aku
dapetin cewek sebaik kamu.”
“Lyla…”
Lyla meraih tangan Melani dan Rendy dan menyatukan keduanya. “Jagain
Melani, ya! Kalo kamu sampe macem-macem, aku sendiri yang akan langsung turun
tangan.”
Rendy hanya tersenyum.
Lyla pun pergi. Mata Melani dan Rendy bertemu dan mereka pun
berpelukan.
Rendy mengajak Melani ke sebuah tempat yang sudah ia dekorasi dengan
berbagai pernak-pernik yang mengambarkan suasana romantis. Takjub Melani
melihat sekelilingnya. Penuh dengan lampu yang berkelap-kelip. Cahaya bintang
pun kalah dengan cahaya lampu yang didekorasi Rendy. Dan ratusan lilin yang
menyala-nyala di sekitarnya. Rendy mempersilahkannya duduk di bangku panjang.
“Biasa aja kali terkesimanya.”
“Ini semua kamu yang bikin?”
“Emang menurut kamu siapa?”
“Baru kali ini aku diajak cowok ke tempat kayak gini. Kak Andre aja enggak
pernah kasih kejutan sama aku sampe segininya.”
“Kamu suka?”
“Suka banget. Kamu buat ini khusus untuk aku?”
“Ya, iyalah. Siapa lagi?”
“Makasih, ya!” Melani masih melihat sekelilingnya. Sungguh tempat
yang sangat indah. Mungkin baginya ini adalah surga dunia. “Aku boleh tanya
sesuatu?”
“Tanya aja.”
“Aku heran sama kamu, kenapa kamu bisa jatuh cinta sama aku? Padahal
puluhan cewek yang suka sama kamu jauh lebih cantik dari aku.”
“Karna kamu satu-satunya cewek yang paling beda dari puluhan cewek
yang naksir sama gue. Kamu yang paling enggak cantik dan enggak pinter.”
“Bener ya, aku enggak pernah ada bagus-bagusnya di mata kamu.”
“Tapi loe suka kan sama gue?”
“Siapa bilang aku suka sama kamu?”
“Enggak usah bohong lagi deh, Mel. Mau kamu berusaha sekeras apapun
untuk berbohong, tapi mata kamu akan menyebutkan yang sebaliknya.”
Melani pun menutup matanya dengan kedua telapak tangannya.
“Mel…”
“Apa?”
“Aku mau minta sesuatu dari kamu.”
“Kamu mau apa?” Melani mendekap dadanya dan memandang curiga pada
Rendy.
“Loe pikir gue cowok apaan?”
“Terus kamu minta apa dari aku?”
“Aku mau kamu bilang ‘Kak Rendy, aku cinta sama kamu’.”
“Kenapa harus?”
“Karna aku mau.”
“Kak Rendy…” ucap Melani tergagap. “Aku… aku… cinta sama kamu.”
Rendy pun hanya tersenyum. Ia senang mendengar apa yang baru saja
terucap dari mulut Melani. “Mel…”
“Apa lagi?”
“Aku sayang sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku?”
Wajah Melani memerah seketika, ia jadi salting, tapi akhirnya ia
mengangguk sambil berkata, “Ya. Aku mau.”
“Mau apa?”
“Aku mau jadi pacar kamu.”
Setelah mendengar jawaban Melani, Rendy mulai mendekatkan tubuhnya pada
Melani. Dan sebuah kecupan manis membekas pada pipi Melani. Membuat pipi Melani
semakin memerah. Ia pun kemudian memeluk Melani.
“Oh, iya. Aku punya sesuatu buat kamu.” Rendy mengeluarkan sesuatu
dari jaketnya. Benda itu masih ada dalam genggamannya. Rendy pun menyuruh
Melani menutup mata. Tanpa berkomentar, Melani mengikuti mau Rendy.
Genggamannya ia buka, dan sebuah kalung indah berliontinkan bintang
pun tergantung pada salah satu jemarinya. “Buka mata kamu!”
Melani tak sanggup berkata-kata lagi. Keromantisan Rendy membuatnya
diam seribu bahasa. Ia mengambil kalung tersebut, dan diamatinya dengan
seksama.
“Kamu suka?”
Melani hanya mengangguk. “Kenapa harus bintang?”
“Karena kamu adalah penerang dalam hidup aku yang semula gelap tanpa
bulan. Kamu adalah bintang terindah dan yang paling terang yang memberi cahaya
dalam hidup aku.” Melani hanya tersenyum pada Rendy.
“Sini aku pakein!” Melani mengangkat rambutnya. Dan kalung indah
itupun menggatung indah pada leher Melani. “Kamu cantik.”
***
Pada jam istirahat, pandangan Donny tak bisa lepas dari Lyla. Dan
diam-diam Melani, Vania, dan juga Winda memperhatikan gerak-gerik Donny.
Ketika Lyla pergi mengambil makanan yang dipesan olehnya dan ketiga
temannya, Melani, Vania, dan Winda pun segera menghampiri Donny dan
mengagetkannya.
“Aduh, yang lagi perhatiin Lyla, asyik banget, nih!” ucap Melani.
“Kalian ngagetin gue aja.”
“Kamu suka sama Lyla?” tanya Vania kemudian.
Donny hanya terdiam.
“Ngaku aja lagi. Tatapan kamu itu enggak bisa bohong.” tambah Winda.
“Kalo kamu mau lebih deket sama Lyla, nanti sore kita tunggu di cafĂ©
Miracle.”
“Kalian serius?”
“Temui kita jam 14:00.”
Melani, Vania dan Winda kembali ke tempatnya semula.
“Kalian darimana aja, sih?” tanya Lyla. “Pergi enggak
bilang-bilang.”
“Kita cuma abis dari kamar mandi.” jawab Melani.
Esok paginya, Donny datang ke sekolah dengan gaya penampilannya yang
berubah 180
dari sebelumnya. Penampilannya jauh dari Donny
yang dulu. Sekarang ia sudah seperti siswa-siswa lain yang berpenampilan keren.
Gaya berjalannya pun sekarang sudah berubah. Semua mata tertuju padanya karna
perubahannya itu. Ia pun segera menghampiri Lyla yang tengah duduk sendiri di
bangku taman sekolah.
“Pagi, Lyla!” sapanya.
“Kamu Donny?”
“Ya, aku Donny. Boleh aku duduk?”
“Oh, boleh.”
“La, boleh kan aku jadi temen kamu?”
“Bukannya kita memang udah temenan. Semua yang ada di sekolah ini
adalah temen aku.”
“Ya, aku hanya ingin lebih deket sama kamu.”
“Kalo mau lebih deket sama aku, tetaplah jadi diri kamu yang apa
adanya. Enggak usah berubah kayak gini buat deket sama aku. Aku lebih suka kamu
yang dulu.” Lyla pun pergi.
Donny menjadi tersenyum-senyum sendiri. Kemudian ia beranjak dari
tempat duduknya. Dan melompat-lompat kegirangan. Setiap orang yang
berlalu-lalang dihadapannya, selalu saja ia jabat tangan orang-orang tersebut.
Jelas orang-orang itu merasa keheranan. Apa yang terjadi pada Donny? Donny
sedang merasakan indahnya jatuh cinta. Justru aneh jika Donny tidak melakukan
hal-hal gila. Tapi orang-orang itu tak tahu. Dan mereka menganggap Donny gila.
Di balik pintu kelas diam-diam Melani, Vania, dan Winda
memperhatikannya. Mereka juga ikut merasakan kegembiraan yang menyelimuti hati
Donny. Ternyata tanpa mengubah penampilan Donny, Lyla mau lebih dekat dengan
Donny.
***
Posting Komentar untuk "Cerita Melani dan Rendy VIII"